Lingkaranrakyat.com 22 tahun yang lalu tepatnya di tahun 1998 sejarah mencatat bahwa ada peristiwa-peristiwa kelam yang pernah terjadi di Negeri ini. Indonesia, tepatnya di ibukota Jakarta pada Mei 1998 menjadi pusat Massa berdemonstrasi.
Yang mana massa menuntut Presiden Republik Indonesia yang pada saat itu dijabat oleh presiden Soeharto untuk mengundurkan diri dari tahta kepresidenannya. Hal ini terjadi karena pada masa itu atau yang kita kenal sebagai masa orde baru merupakan masa yang sangat buruk bagi Negara Republik Indonesia yang menganut sistem demokrasi.
Di mana dalam pemerintahannya Soeharto dikenal sebagai sosok yang otoriter. Selama ia berkuasa pemerintahannya selalu dibayang-bayangi atau ditopang oleh hubungan penting antara penguasa dan para koloni Bisnis. Pada masa orde baru rezim yang oligarki, praktik pemerintahan Indonesia dirusak oleh Penyakit (KKN) Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Yang mana dimasa itu praktik-praktik akumulasi kekayaan sangat bergantung pada hubungan dekat dengan sang pengendali kekuasaan.
Tampuk kebijakan yang sepenuhnya berada di tangan presiden Soeharto, yang mana kondisi itu memberikan peluang yang sangat menguntungkan dan tentu saja dimanfaatkan oleh para kaum kapitalis. Maka yang muncul dari kondisi tersebut adalah sebuah entitas bisnis yang dilatarbelakangi oleh mekanisme perburuan rente (rent seeking).
pada kondisi rezim tersebut menurut Jeffrey A. Winters adalah “Oligarki sultanistik”, yakni sebuah rezim yang melakukan akumulasi kekayaan melalui politik patronase yang terpusat pada satu tangan. Dari sekilas gambaran wajah pemerintahan pada masa orde baru seperti yang telah dijelaskan, setidaknya kita mengingat kembali sejarah kelam yang pernah mewarnai praktik pemerintahan Indonesia.
Kini orde baru telah berlalu, sejak 21 Mei 1998 lalu pemimpin tirani Soeharto telah mengundurkan diri dari jabatannya, dan reformasi telah terjadi. Sekarang lebih kurang 22 tahun kita menjalankan masa reformasi ini. Reformasi yang dicita-citakan oleh seluruh rakyat Indonesia, reformasi yang diharapkan lepas dari kuasa otoriter, reformasi yang ingin lepas dari genggaman oligarki, reformasi yang ingin menegakkan demokrasi yang sebenar-benarnya.
Lantas apakah sekarang kita telah menggapai semua yang dicita-citakan tersebut. Pada tanggal 20 Oktober 2019 lalu, dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) dengan agenda pelantikan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia periode 2019-2024. Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya menyampaikan gagasan merampingkan regulasi dengan membentuk dua undang- undang (UU), yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Pembentukan kedua UU ini sekaligus akan memangkas puluhan regulasi yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan pemberdayaan UMKM. Pembentukan satu UU secara komprehensif dengan mengkonsolidasi beberapa peraturan perundang-undangan ke dalam pengaturan UU baru dikenal dengan istilah Omnibus Law atau juga dikenal dengan sebutan Undang – Undang ( UU ) sapu jagat.
.Ada hal penting yang perlu diperhatikan dalam persoalan Omnibus Law ini, terkhususnya pada UU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka). Terdapat beberapa poin kontroversial, seperti salah satunya pada Pasal 42 Ayat 1 menganulir kewenangan Menteri dan pejabat yang ditunjuk untuk perizinan TKA menjadi pengesahan rencana dari Pemerintah Pusat. Dan masih banyak pasal-pasal kontroversial lainnya seperti pasal 42 ayat 3, pasal 44, pasal jaminan sosial pasal 46 A dan masih banyak poin-poin kontroversial lainnya dalam UU ini. Yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa sistem pemerintahan kita masih belum bisa terlepas dari genggaman oligarki.
Hal ini terbukti dengan akan disahkannya Omnibus Law Cilaka, yang mana pada proses pembuatan hanya melibatkan segelintir orang atau hanya elite-elite saja dan poin-poin di dalamnya hanya menguntungkan bagi segelintir orang yaitu para kaum Kapitalis. Apakah ini demokratisasi yang kita cita-citakan selama ini ? Jawabannya ada pada diri kawan-kawan pembaca sendiri.
Selama 22 tahun ini masa reformasi telah dilalui, saya ingin menyampaikan bahwasanya sistem pemerintahan Indonesia saat ini belum terlepas dari bayang-bayang oligarki seperti pada masa orde baru. Hanya saja yang membedakan rezim orde baru dan era reformasi seperti yang sedang kita rasakan sekarang ini adalah, di era reformasi saat ini tidak ada pengendalian kekuasaan tunggal seperti pada masa orde baru dan Sistem patronase tidak lagi berpusat pada payung kuasa tunggal.
Sistem pemerintahan yang sedang bergulir di Indonesia saat ini layak disebut sebagai rezim Oligarki Liar seperti menurut Jeffrey A. Winters. Yang di mana kekuatan ekonomi (kroni bisnis) atau para kapitalis (pengusaha) terfragmentasi sejalan dengan fragmentasi kekuatan politik hasil dari proses demokratisasi. Namun pada dasarnya kenyataan saat ini tetap saja mereka para kaum Kapitalis lebih diistimewakan oleh para pemerintah dibandingkan dengan kaum buruh atau wong cilik (rakyat kecil).(Ns)